Kuliah Tamu oleh Prof. Kenji Okazaki (Kyoto University)
Pada tanggal 5-6 Maret 2015, KK MRK FTSL ITB menerima kunjungan Prof. Kenji Okazaki dan Asst. Prof. Chiho Ochiai dari Graduate School of Global Environmental Studies, Kyoto University, Jepang. Dalam kunjungannya, Prof. Kenji Okazaki berkesempatan untuk memberikan kuliah tamu pada mata kuliah SI-6261 Mitigasi Bencana pada Infrastruktur yang diampu oleh Prof. Dr. Krishna S. Pribadi. Tema yang diangkat pada kuliah tamu tersebut adalah “Earthquake Disaster Reduction in Japan”. Kuliah tamu SI-6261 dilangsungkan pada hari Jumat, 6 Maret 2015, pukul 9.30-11.30, dan bertempat di Ruang Kuliah 3214. Kuliah tamu tersebut merupakan kuliah wajib bagi peserta mata kuliah SI-6261 dan terbuka untuk umum. Tercatat 26 orang mahasiswa, baik S1 maupun Pasca Sarjana Teknik Sipil menghadiri kuliah umum tersebut.
Kuliah tamu SI-6261 dibuka oleh Ketua Program Studi Pasca Sarjana Teknik Sipil, Ir. Harun Al Rasyid S. Lubis, M.Sc, Ph.D. dengan menyampaikan profil dari Prof. Kenji Okazaki. Kemudian Prof. Dr. Krishna S. Pribadi sebagai pengampu mata kuliah SI-6261, memberikan pengantar atas materi yang akan disampaikan oleh Prof. Kenji Okazaki. Mengawali materi yang akan disampaikan, Prof. Kenji Okazaki menyampaikan outline materi yang terdiri dari 5 sub-topik, yaitu:
- Kejadian Bencana di dunia
- Bencana dan Kebijakan terkait bencana di Jepang
- Bencana Gempa Bumi
- Bencana Tsunami
- Menuju Perumahan yang Lebih Aman
Dalam 30 tahun terakhir, dari 10 bencana alam terburuk (dari sisi jumlah korban jiwa), gempa bumi merupakan bencana alam yang paling sering terjadi dan fatal bilamana dibandingkan dengan banjir, tsunami, dan angin topan. Rekam data bencana alam pada periode 1975-2009 menunjukkan bahwa mayoritas kejadian, korban jiwa, dampak, dan kerusakan yang ditimbulkan, secara umum didominasi wilayah Asia dibandingkan dengan wilayah Afrika, Amerika, Eropa dan Oseania. Risiko terjadinya bencana di area pemukiman meningkat pada negara berkembang, dikarenakan pesatnya urbaninisasi, populasi yang besar dan kepadatan yang tinggi, masyarakat tidak mampu tinggal di daerah yang rentan, kerentanan terjadi pada perumahan dan bangunan gedung, ketidaklayakan dan kerentanan infrastruktur, tingginya kebergantungan pada infrastruktur dan layanan publik. Area pemukiman sangat rentan pada bencana, terutama rentan terhadap kebakaran yang terjadi setelah gempa bumi serta tidak memungkinkan untuk memperkirakan terjadinya gempa bumi. Pelajaran yang dapat diperoleh dari bencana gempa bumi di dunia adalah gempa bumi tidak menyebabkan korban jiwa tetapi bangunan menjadi penyebabnya karena kebanyakan korban berjatuhan karena pemukiman mereka sendiri dan lebih dari setengah populasi manusia tinggal di bangunan yang tidak didesain secara teknis.
Di Jepang, setiap tahunnya korban jiwa berjatuhan oleh karena kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan dalam bangunan, sementara bencana alam sesekali terjadi dan menyebabkan korban jiwa. Jepang sangat rentan terhadap beragam bencana alam. Setiap sebuah bencana terjadi dan menyebabkan kerusakan yang parah, sistem manajemen risiko bencana selalu dikaji ulang dan diperbaiki berdasarkan pelajaran yang dipetik. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa permasalahan yang timbul tidak akan berulang kesekian kalinya ketika sebuah bencana terjadi dan dapat meminimumkan kerusakan. Perbaikan/ Peningkatan dilakukan pada struktur dasar rencana manajemen bencana, tanggung jawab dan tindakan dari pemangku kepentingan, building codes, inspeksi bangunan, retrofit bangunan terdahulu, dan peringatan dini bencana.
Jepang merupakan negara yang letaknya dekat dengan ring of fire sehingga gempa bumi merupakan bencana alam yang sering melanda Jepang. Pelajaran yang sangat penting diperoleh dari rangkaian bencana gempa bumi tersebut adalah permukiman yang rentan dapat memperbesar bencana karena korban jiwa sebagian besar disebabkan oleh kerentanan rumah tradisional (bermaterial kayu), terhalangnya jalan akses untuk evakuasi, bantuan, dan pemadam kebakaran oleh rumah yang runtuh, serta menjadi penyebab dari sebagian besar penyebab tidak langsung kematian. Ketika terjadinya bencana gempa bumi, sangat penting untuk memberikan peringatan sedini mungkin untuk memberikan waktu dalam melakukan evakuasi. Oleh karenanya pemantauan gempa bumi, perkiraan dan peringatan gempa bumi serta kecepatan dalam mengeluarkan dan mendistribusikan informasi sangat penting. Jepang melalui beberapa agensi-nya selalu meningkatkan kinerja sistem peringatan dini (real time) gempa bumi. Pemutakhiran peta bencana juga dilakukan dan ditingkatkan keakurasiannya serta dilakukannya penilaian darurat bangunan atas kerusakan pasca kejadian bencana alam.
Jepang juga sering mengalami bencana tsunami. Beberapa tindakan pencegahan dilakukan dalam bentuk konstruksi pemecah gelombang, tembok air, pintu air, hutan-hutan yang ditanam untuk melindungi garis pantai, bidang yang lebih tinggi sebagai platform, menara evakuasi, bangunan evakuasi, GPS pemantau tsunami, seismometer, peringatan, evakuasi, peta bencana, pemindahan ke daerah yang lebih tinggi, pendidikan, dan latihan/ simulasi menghadapi bencana. Peran media informasi sangat penting dalam memberikan peringatan sedini mungkin agar tercipta rentang waktu yang cukup untuk melakukan evakuasi serta informasi lebih detail akan bencana yang sedang dihadapi.
Mengacu pada deskripsi di atas, bahwa korban jiwa banyak berjatuhan oleh karena kerentanan permukiman atau tempat tinggal, peningkatan keamanan dari tempat tinggal merupakan prioritas tertinggi untuk mengurangi korban jiwa. Bangunan-bangunan yang akan ataupun baru dibangun harus memenuhi building codes/ pedoman terbaru, namun bangunan yang sudah ada sebelum diupdatenya building codes disarankan untuk diperkuat ataupun retrofit. Upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran maupun pelaksanaan retrofit dilakukan melalui peraturan keamanan bangunan, meningkatkan teknik-teknik retrofitting, bantuan finansial untuk retrofitting, dan asuransi gempa bumi yang dibantu oleh pemerintah, penataan ulang area padat penghuni, dan perubahan paradigm menuju komunitas yang lebih aman. Prof. Kenji menutup kuliah tamu dengan menekankan bahwa sangat penting merubah paradigma menuju komunitas yang lebih aman karena dengan kesadaran dari semua stakeholder dan bergeraknya serta berpartisipasinya keseluruhan stakeholder ke arah keamanan komunitas akan memungkinkan tercapainya upaya meminimalisir korban jiwa dan biaya pemulihan/ recovery.