Prof. Puti Farida Marzuki: Manajemen Kontruksi untuk FasilitasTerbangun Bangsa
BANDUNG, itb.ac.id – Manajemen konstruksi merupakan bagian dari keilmuan teknik sipil yang memfokuskan diri pada pengelolaan proyek konstruksi untuk mewujudkan konsep dan desain teknis yang dihasilkan oleh bagian lain dari keilmuan teknik sipil. Manajemen kontruksi betujuan untuk membangun fasilitas fisik yang terbangun atau infrastruktur yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia.
Pengelolaan proyek konstruksi menjadi semakin kompleks karena banyaknya pihak yang berinteraksi di dalamnya serta semakin tingginya tuntutan terhadap kualitas fungsi, kenyamanan, keamanan, estetika, dan keberlanjutan. Untuk itu manajemen konstruksi diperlukan untuk menjamin efisiensi dan produktivitas suatu proyek konstruksi dalam memenuhi berbagai harapan dan persyaratan yang ditetapkan. Hal tersebut dijelaskan oleh Prof. Puti Farida Marzuki (Kelompok Keilmuan Manajemen dan Rekayasa Kontruksi FTSL ITB) dalam Pidato Ilmiah Guru Besar ITB pada (13/04/2013) di Balai Pertemuan Ilmiah ITB.
Sebagai negara berkembang Indonesia mengandalkan pengembangan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pengembangan infrastruktur yang terkelola juga memungkinkan masyarakat memperoleh kehidupan yang berkualitas serta memiliki interaksi sosial yang baik. Pengembangan infrastruktur juga diharapkan untuk menyerap tenaga kerja secara signifikan sehingga dapat mengurangi tingginya tingkat pengangguran.
Dalam pidatonya, Fida menjelaskan terdapat tiga pihak utama yang terlibat di dalam proyek konstruksi, yaitu pemilik (owner), desainer, dan kontraktor konstruksi. Masing-masing pihak memiliki peran yang harus dilaksanakan di dalam berbagai tahap daur hidup proyek. Proyek itu sendiri terdiri dari tiga komponen, yaitu ruang lingkup, anggaran, dan jadwal. Daur hidup suatu proyek konstruksi dimulai dengan adanya kebutuhan akan suatu fasilitas baru. Kesadaran akan adanya kebutuhan ini harus diikuti dengan perencanaan dalam skala yang luas. Elemen- elemen dalam skala tersebut meliputi analisis konseptual, studi kelayakan teknis dan ekonomis, serta analisis dampak lingkungan.
Kualitas di dalam kostruksi lebih sulit didefinisikan dibandingkan dengan industri manufaktur. Produk konstruksi biasanya merupakan unit yang tidak repetitif namun merupakan suatu hasil kerja yang unik dengan karakteristik yang spesifik. Merajuk pada trilogi konstruksi yang meliputi ruang lingkup, anggaran, dan jadwal proyek. Hal tersebut merupakan tiga hal utama yang berinteraksi dalam menghasilkan fasilitas terbangun berkualitas. Manajemen untuk mencapai konstruksi yang berkualitas sejauh ini dilakukan melalui pendekatan sistem dan pendekatan proses.
Usaha untuk menghasilkan fasilitas terbangun berkualitas melalui keseluruhan proses proyek konstruksi bertumpu kepada kekuatan hubungan antara customer dan supplier. Customer di dalam suatu proyek konstruksi memerlukan keyakinan bahwa supplier mampu memenuhi persyaratan kualitas, biaya, dan delivery. Sebaliknya, untuk menghasilkan proyek konstruksi yang berkualitas, supplier perlu memiliki kapabilitas untuk mengidentifikasi ekspektasi customers mereka dan stakeholders lainnya, memenuhi kebutuhan dan ekspektasi customers di dalam produk dan jasa yang dihasilkan, memasok produk dan jasa yang memenuhi persyaratan dari customers beserta manfaat yang diharapkan, dan beroperasi sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan seluruh stakeholders.
Melalui Total Quality Management (TQM) yang saat ini mulai banyak diterapkan oleh perusahaan konstruksi, customer merukapan pihak utama yang menentukan kualitas konstruksi yang dapat diterima. Dalam konsep ini, kualitas dapat diukur dan dihasilkan melalui pemberdayaan tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaan dengan cara yang benar. Selanjutnya proses harus diperbaiki secara kontinu dan sepanjang waktu.
Di dalam proyek konstruksi ketiga target kinerja utama yaitu biaya, waktu, dan kualitas sangat mungkin menghadapi risiko dan ketidakpastian, terutama karena perubahan merupakan suatu hal yang inheren dalam hal ini. Risiko tipikal di dalam proyek konstruksi dapat bersumber dari kondisi fisik, permasalahan konstruksi, desain, dan teknologi.
Pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia dan pertumbuhan ekonomi harus meminimalisir dampak lingkungan. Kesadaran ini telah mendorong perkembangan signifikan konsep konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) selama 10 tahun belakangan. Salah satu bagian dari konsep konstruksi berkelanjutan adalah mengurangi emisi CO2 yang berasal dari proses konstruksi. Emisi CO2 yang diperhitungkan adalah yang berasal dari proses yang langsung yaitu kegiatan konstruksi itu sendiri dan proses tidak langsung yaitu berasal dari berbagai macam material yang digunakan pada bangunan.
Tantangan manajemen konstruksi di dalam proyek pembangungan infrastruktur yang berkualitas di Indonesia tidaklah ringan. Untuk itu, Fida masih terus melakukan beberapa penelitian di Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Kontruksi untuk mewujudkan fasilitas terbangun bangsa seperti yang diidamkan.
sumber : http://www.itb.ac.id/news/3967.xhtml